Klik sekarang
CSE ****
Loading
Kamis, 20 Desember 2012
ASKEB PATOLOGI
PERITONITIS DAN PELVIKSITIS
I.
PERITONITIS
A.
Pengertian
Peritonitis (radang selaput rongga perut) adalah
peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan
jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis adalah peradangan
peritoneum, selaput tipis yang melapisi dinding abdomen dan meliputi
organ-organ dalam. Peradangan disebabkan oleh bakteri atau infeksi jamur
membran ini.
Peritonitis primer
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan kelenjar getah bening ke
peritoneum. Jenis jarang peritonitis - kurang dari 1% dari semua kasus
peritonitis primer.
Jenis yang lebih umum
dari peritonitis, yang disebut peritonitis sekunder, disebabkan infeksi ketika
datang ke peritoneum dari gastrointestinal atau saluran bilier. Kedua kasus
peritonitis sangat serius dan dapat mengancam kehidupan jika tidak dirawat
dengan cepat.
B.
Penyebab
Peritonitis
biasanya disebabkan oleh :
1.
Penyebaran infeksi dari organ perut yang
terinfeksi.
Yang
sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung
empedu atau usus buntu. Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi.
Jika pemaparan tidak berlangsung terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis,
dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila diobati.
2.
Penyakit radang panggul pada wanita yang
masih aktif melakukan kegiatan seksual
3.
Infeksi dari rahim dan saluran telur,
yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonore
dan infeksi chlamidia)
4.
Kelainan hati atau gagal jantung, dimana
cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan mengalami infeksi
5.
Peritonitis dapat terjadi setelah suatu
pembedahan.
Cedera
pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat
memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama
pembedahan untuk menyambungkan bagian usus
6.
Dialisa peritoneal
(pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut.
7.
Iritasi tanpa infeksi.
Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis
akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat
menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.
C.
Tanda dan Gejala
Tanda-tanda dan gejala
peritonitis meliputi:
·
Pembengkakan dan nyeri di perut
·
Demam dan menggigil
·
Kehilangan nafsu makan
·
Haus
·
Mual dan muntah
·
Urin terbatas
Gejala peritonitis
tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya. Biasanya penderita muntah, demam
tinggi dan merasakan nyeri tumpul di perutnya. Bisa terbentuk satu atau beberapa
abses.
Infeksi dapat
meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan (perlengketan, adhesi)
yang akhirnya bisa menyumbat usus. Bila
peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan
cepat. Gerakan
peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan
usus besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga
peritoneum. Terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit. Selanjutnya bisa terjadi komplikasi
utama, seperti kegagalan paru-paru, ginjal atau hati dan bekuan darah yang
menyebar.
D.
Diagnosa
Foto rontgen diambil
dalam posisi berbaring dan berdiri. Gas
bebas yang terdapat dalam perut dapat terlihat pada foto rontgen dan merupakan
petunjuk adanya perforasi.
Kadang-kadang sebuah
jarum digunakan untuk mengeluarkan cairan dari rongga perut, yang akan
diperiksa di laboratorium, untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi dan
memeriksa kepekaannya terhadap berbagai antibiotika. Pembedahan eksplorasi merupakan
teknik diagnostik yang paling dapat dipercaya.
E.
Pengobatan
Biasanya yang pertama
dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila terdapat
apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis.
Pada peradangan
pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita,
pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat,
bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan cairan dan elektrolit bisa diberikan
melalui infuse.
Kadang – kadang infeksi
uterus meluas lewat system limfatik sehingga mencapai kavum abdomen dan
menyebabkan peritonitis. Komplikasi ini sekarang dengan terapi segera sudah
jarang dijumpai, tetapi masih dapat ditemukan pada infeksi sesudah seksio
sesaria kalau terjadi nekrosisdan terbukanya luka insisi uterus. Kadangkala
dalam stadium lanjut perjalanan selulitis pelvic, abses parametrium bisa
mengalami rupture dan menimbulkan peritonitis generalisata yang merupakan
malapetaka bagi penderitanya.
Peritonitis
generalisata merupakan komplikasi yang fatal dan eksudat fibrinopurulen yang
khas akan menimbulkan perlekatan usus, dan diantara gelung usus yang saling
melekat itu dapat terbentuk gumpalan-gumpalan nanah. Ruang subdiafragma dan
cul-de-sac kemudian dapat menjadi tempat pembentukan abses.
Secara klinis,
peritonitis puerperalis menyerupai peritonitis bedah, kecuali rigiditas abdomen
yang terjadi biasanya kurang begitu menonjol. Rasa nyeri bisa hebat. Distensi
usus yang nyata merupakan akibata dari ilesus paralitik. Penyebab peritonitis
generalisata harus dicari. Jika infeksi dimulai dalam uterus dan kemudian
meluas ke dalam peritoneum, pengobatannya biasanya secara medis. Sebaliknya,
peritonitis yang terjadi akibat lesi pada usus atau organ tambahannya harus
diatasi dengan pembedahan.terapi antimikroba harus mencakup preparat yang
paling besar kemungkinan khasiatnya terhadap infeksi Peptostreptococcus,
Peptococcus, Bacteroides, Clostridium dan jenis – jenis bakteri koliformis
aerob. Pemberian infuse cairan dan elektrolit merupakan terapi penting
mengingat pada peritonitis generalisata akan terjadi pelepasan sejumlah besar
cairan ke dalam lumen serta dinding traktus gastrointestinal, dan
kadasng-kadang pula ke dalam kavum peritonei. Vomitus, diare, dan febris juga
menjadi penyebab hilangnya cairan dan elektrolit. Volume cairan dan jumlah
elektrolit yang diperlukan untuk menggantikan jumlah yang lepas ke dalam kavum
abdomen, yang terserap dari dalam usus dan yang hilang lewat keringat
(diaforesis) biasanya cukup besar, tetapi tidak begitu massif sehingga terjadi
kelebihan isi sirkulasi. Karena ilesus paralitik biasanya merupakan gambaran
yang menonjol, distensi traktus gastrointestinal harus dikurangi dengan
pemasangan selang lambung. Pemberian makanna per oral harus dihentikan selama
proses pengobatan sampai fungsi usus pulih kembali dan sudah terjadi flatus.
Obat-obat untuk menstimulasi peristaltic tidak ada manfaatnya.
Eksudat purulen yang
ada diantara gelung usus atau diantara usus dan organ lainnya dapat menyebabkan terbelitnya usus. Sehingga timbul
gejala ileus obstruktif. Dalam keadaan ini, sering kali diperlukan pembedahan.
Pada awal perjalan penyakitnya tidak diperlukan pembedahan, meskipun abses
dapat terbentuk di berbagai tempat serta memerlukan drainase, dan obtetri usus
mekanis yang terjadi mungkin perlu diatasi.
II.
PELVIKSITIS
A. Pengertian
Infeksi pelvis
merupakan suatu istilah umum yang biasanya digunakan untuk menggambarkan
keadaan atau kondisi dimana organ-organ pelvis (uterus, tuba falopii atau
ovarium) diserang oleh mikroorganisme patogen. Organisme-organisme ini biasanya
bakteri, mereka melakukan multiplikasi dan menghasilkan suatu reaksi peradangan.
Penyakit radang panggul adalah infeksi saluran
reproduksi bagian atas. Penyakit tersebut dapat mempengaruhi endometrium
(selaput dalam rahim), saluran tuba, indung telur, miometrium (otot rahim),
parametrium dan rongga panggul. Penyakit radang panggul merupakan komplikasi
umum dari Penyakit Menular Seksual (PMS). Saat ini hampir 1 juta wanita
mengalami penyakit radang panggul yang merupakan infeksi serius pada wanita
berusia antara 16-25 tahun. Lebih buruk lagi, dari 4 wanita yang menderita
penyakit ini, 1 wanita akan mengalami komplikasi seperti nyeri perut kronik,
infertilitas (gangguan kesuburan), atau kehamilan abnormal.
Terdapat peningkatan jumlah penyakit ini dalam 2-3
dekade terakhir berkaitan dengan beberapa faktor, termasuk diantaranya adalah
peningkatan jumlah PMS dan penggunaan kontrasepsi seperti spiral. 15% kasus
penyakit ini terjadi setelah tindakan operasi seperti biopsi endometrium,
kuret, histeroskopi, dan pemasangan IUD (spiral). 85% kasus terjadi secara
spontan pada wanita usia reproduktif yang seksual aktif.
B. Penyebab
Penyakit radang panggul terjadi apabila terdapat
infeksi pada saluran genital bagian bawah, yang menyebar ke atas melalui leher
rahim. Butuh waktu dalam hitungan hari atau minggu untuk seorang wanita
menderita penyakit radang panggul. Bakteri penyebab tersering adalah N.
Gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis yang menyebabkan peradangan dan kerusakan
jaringan sehingga menyebabkan berbagai bakteri dari leher rahim maupun vagina menginfeksi
daerah tersebut. Kedua bakteri ini adalah kuman penyebab PMS. Proses menstruasi
dapat memudahkan terjadinya infeksi karena hilangnya lapisan endometrium yang
menyebabkan berkurangnya pertahanan dari rahim, serta menyediakan medium yang
baik untuk pertumbuhan bakteri (darah menstruasi).
C. Faktor Resiko
Wanita
yang aktif secara seksual di bawah usia 25 tahun berisiko tinggi untuk mendapat
penyakit radang panggul. Hal ini disebabkan wanita muda berkecenderungan untuk
berganti-ganti pasangan seksual dan melakukan hubungan seksual tidak aman
dibandingkan wanita berumur. Faktor lainnya yang berkaitan dengan usia adalah
lendir servikal (leher rahim). Lendir servikal yang tebal dapat melindungi
masuknya bakteri melalui serviks (seperti gonorea), namun wanita muda dan
remaja cenderung memiliki lendir yang tipis sehingga tidak dapat memproteksi
masuknya bakteri. Faktor risiko lainnya adalah:
1.
Riwayat penyakit radang panggul sebelumnya
2.
Pasangan seksual berganti-ganti, atau lebih dari 2 pasangan dalam waktu 30 hari
3.
Wanita dengan infeksi oleh kuman penyebab PMS
4.
Menggunakan douche (cairan pembersih vagina) beberapa kali dalam sebulan
5.
Penggunaan IUD (spiral) meningkatkan risiko penyakit radang panggul.
Risiko
tertinggi adalah saat pemasangan spiral dan 3 minggu setelah pemasangan
terutama apabila sudah terdapat infeksi dalam saluran reproduksi sebelumnya
D. Tanda dan Gejala
Keluhan
yang dirasakan pasien yang menderita PID biasanya beragam. Mulai dari tidak ada
keluhan sampai dengan keluhan yang sangat berat. Keluhan-keluhan tersebut dapat
berupa demam; keluar cairan dari vagina dengan warna, konsistensi, dan bau yang
abnormal; timbul bercak-bercak kemerahan di celana dalam; nyeri senggama; nyeri
saat buang air kecil; menstruasi yang tidak teratur; kram perut saat
menstruasi; terjadi perdarahan hebat saat menstruasi; nyeri pada daerah perut
bawah dan dapat memburuk jika disertai mual muntah; serta kelelahan yang
disertai dengan nafsu makan yang berkurang. Nyeri yang mendadak pada perut
bagian bawah dapat terjadi jika abses pecah, di mana daerah nyeri tersebut
mulai dari daerah sekitar abses yang pecah menjalar ke seluruh dinding perut
yang mengakibatkan peritonitis generalisata. Juga dapat ditemukan anemia pada
abses pelvik yang telah berlangsung beberapa minggu
Gejala
infeksi genital yang dikatakan sebagai penyakit radang pelvis (PID) sering
merupakan suatu gabungan yang dihasilkan berbagai derajat peradangan yang
melibatkan endometrium dan tuba, walaupun bakteri dapat mencapai uterus, tuba
dan ovarium melalui aliran darah, jalur penyebaran yang umum adalah :
- Mikgrasi ke atas dari serviks melalui rongga endometrium ke dalam endosalping (jalur umum infeksi gonore).
- jalur vena dan saluran getah bening dari ligamentum latum.
Infeksi
pelvis dapat dipisahkan ke dalam tiga kategori dasar.
- Infeksi yang terjadi setelah kuretase dan postabortus serta infeksi postpartum.
- infeksi postoperatif biasanya berkembang dari organisme-organisme yang terbawa ke dalam tempat operasi dari kulit, vagina atau yang lebih jarang dari traktus gastrointestinalis sewaktu pembedahan.
- infeksi pelvis yang terjadi pada pasien yang tidak hamil tanpa didahului pembukaan bedah rongga abdomen atau endometrium.
Bakteri
yang biasanya bertanggung jawab terhadap infeksi pelvis adalah organisme
eksogen (diperoleh dari masyarakat atau rumah sakit) atau organisme endoogen
(normal ditemukan dalam saluran genital wanita atau saluran usus). Biasanya
tidak patogen, namun organisme endogen ini dapat menjadi patogen pada keadaan
di mana ketahanan pejamu berubah. Infeksi pelvis akut sering etiologinya
polimikrobial, infeksi campuran mikroorganisme aerob dan anaerob.
Resistensi
pejamu terhadap infeksi tampaknya menurun setelah abortus, melahirkan,
pembedahan, pecah ketuban yang memanjang dan trauma. Faktor-faktor presdiposisi
lainnya dari infeksi pelvis meliputi pemakaian AKDR, produk konsepsi yang
tertinggal, mentrusasi dan salpingitis gonokokus sebelumnya.
Infeksi
anaerob spesimen yang memadai untuk biakan anaerob meliputi darah, cairan kavum
douglasi, dan aspirasi abses. Sangat penting bahwa spesimen dikirimkan ke
laboratorium bakterologi dalam suatu medium transpor yang telah direduksi
sebelumnya arau dalam spuit bertutup bebas udara.
Infeksi
bakteroides dicurigai apabila terdapat keadaan-keadaan berikut :
- Infeksi sistemik yang menulitkan manipulasi traktur gastrointestinalis atau oragan pelvis wanita.
- Eksudar berbau busuk yang mengadung basil garam negatif yang tidak berhasil tumbuh dalam biakan aerob rutin.
- Adanya gas didalam abses.
- Adanya tromboflebitis septik pevis dan atau embolis septik.
- Tidak ada respon terhadap antibiotik bakterisidal yang lazim digunakan.
- Adaya garam negatif, batang plemorfik yang buruk menyerap warna terutama bila sejumlah mikroorganisme tersebut intrasuler.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah
dilakukan untuk melihat kenaikan dari sel darah putih yang menandakan
terjadinya infeksi. Kultur untuk GO dan chlamydia digunakan untuk
mengkonfirmasi diagnosis. Ultrasonografi atau USG dapat digunakan baik USG
abdomen (perut) atau USG vagina, untuk mengevaluasi saluran tuba dan alat
reproduksi lainnya. Biopsi endometrium dapat dipakai untuk melihat adanya
infeksi.
Laparaskopi adalah
prosedur pemasukan alat dengan lampu dan kamera melalui insisi (potongan) kecil
di perut untuk melihat secara langsung organ di dalam panggul apabila terdapat
kelainan.
F. Penatalaksanaan
Terapi antibiotik
pinisilin G sering efektif sebagai agen primer dalam pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh streptococcus, clostridium, neisseria gonorrhoeae dan bakteri
anaerob dengan percecualiar bakteriodes.
Uji suseptibilitas
harus dilakukan. Pemilihan antibiotik didasarkan pada :
- Kemungkinan sumber infeksi (didapat dari masyarakat atau dari rumah sakit.
- Sediaan apus dengan perwarnaan garam.
- Terapi antibiotik lainya.
- Penilaian patogen yang paling mungkin dari pengalaman infeksi serupa sebelumnya.
- Pola resistensi bakteri terakhir dari rumah sakit dan masyarakat.
- Riwayat pasien terhadap alergi atau atau seksifitas.
Contoh regimen kombinasi yang dianjurkan
adalah :
- Doksisiklin (600 mg, IV, dua kali sehari) dengan sefeksitis (2,0 gr, IV, empat kali sehari) memberikan pengamatan terhadap N. Gonorrhoeae, meliputi PPNG, dan c. Trachomatis, akan tetap tidak memberikan pengobatan optimal terhadap anaerob, masa pelvis atau infeksi pelvis yang berkaitan dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
- Klindamisin (600 mg, IV, empat kali sehari) dengan gentamisin atau tobramisis (2,0 mg/kg, IV, diikuti dengan 1,5 mg.kg, IV, tiga kali sehari pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal) dapat memberikan aktivitas optimal terhadap bakteri anaerob dan batang garam negatif fakultatif, tetapi tidak memberikan aktivitas optimal terhadap C. Tracformatif dan N. Gonorrhoeae.
- doksisiklin (100 mg, IV, dua kali sehari) dengan metronidazol (1,0 g, IV, dua kali sehari) memberikan penanganan yang baik tehadap anaerob dan C. Trachomatis.
G. Komplikasi
Penyakit radang panggul dapat menyebabkan berbagai
kelainan di dalam kandungan seperti nyeri berkepanjangan, infertilitas dan
kehamilan abnormal. Penyakit ini dapat menyebabkan parut pada rahim dan saluran
tuba. Parut ini mengakibatkan kerusakan dan menghalangi saluran tuba sehingga
menyebabkan infertilitas. Parut juga dapat menyebabkan sel telur tidak dapat
melalui jalan normalnya ke rahim sehingga dapat terjadi kehamilan ektopik.
H. Pencegahan
H. Pencegahan
Cara terbaik untuk menghindari penyakit radang
panggul adalah melindungi diri dari penyakit menular seksual. Penggunaan
kontrasepsi seperti kondom dapat mengurangi kejadian penyakit radang panggul.
Apabila mengalami infeksi saluran genital bagian
bawah maka sebaiknya segera diobati karena dapat menyebar hingga ke saluran
reproduksi bagian atas. Terapi untuk pasangan seksual sangat dianjurkan untuk
mencegah berulangnya infeksi.
Daftar
Pustaka
Prawiroharjo, Sarwono.
2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
BAHAN PUD
Perdarahan
Uterus Disfungsional (PUD)
1.1
Pengertian
Dysfunctional uterine bleeding (DUP) atau perdarahan uterus
disfungsional adalah perdarahan abnormal yang dapat terjadi di dalam siklus
maupun di luar siklus menstruasi, karena gangguan fungsi mekanisme pengaturan
hormon (hipotalamushipofisis-ovarium-endometrium), tanpa kelainan organ.
Perdarahan ini juga didefinisikan sebagai menstruasi yang banyak dan / atau
tidak teratur tanpa adanya patologi pelvik yang diketahui, kehamilan atau
gangguan perdarahan umum.
1.2 Siklus Menstruasi Normal
Menstruasi normal terjadi akibat turunnya kadar progesteron dari
endometrium yang kaya esterogen. Siklus menstruasi yang menimbulkan ovulasi
disebabkan interaksi kompleks antara berbagai organ. Disfungsi pada tingkat
manapun dapat mengganggu ovulasi dan siklus menstruasi. Siklus menstruasi
normal terjadi setiap 21-35 hari dan berlangsung sekitar 2-7 hari. Pada saat
menstruasi, jumlah darah yang hilang diperkirakan 35-150 ml, biasanya berjumlah
banyak hingga hari kedua dan selanjutnya berkurang sampai menstruasi berakhir.
2.3 Patogenesis
Secara garis besar, kondisi di atas dapat terjadi pada siklus
ovulasi (pengeluaran sel telur/ovum dari indung telur), tanpa ovulasi maupun
keadaan lain, misalnya pada wanita premenopause (folikel persisten).
Sekitar 90% perdarahan uterus difungsional (perdarahan rahim)
terjadi tanpa ovulasi (anovulation) dan 10% terjadi dalam siklus ovulasi.
Pada siklus ovulasi.
Perdarahan rahim yang bisa terjadi pada pertengahan menstruasi
maupun bersamaan dengan waktu menstruasi. Perdarahan ini terjadi karena rendahnya
kadar hormon estrogen, sementara hormon progesteron tetap terbentuk.
Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)
Perdarahan rahim yang sering terjadi pada masa pre-menopause dan
masa reproduksi. Hal ini karena tidak terjadi ovulasi, sehingga kadar hormon
estrogen berlebihan sedangkan hormon progesteron rendah. Akibatnya dinding
rahim (endometrium) mengalami penebalan berlebihan (hiperplasi) tanpa diikuti
penyangga (kaya pembuluh darah dan kelenjar) yang memadai. Nah, kondisi inilah
penyebab terjadinya perdarahan rahim karena dinding rahim yang rapuh. Di lain
pihak, perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu
bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah
perdarahan rahim berkepanjangan.
2.4 Gejala Klinik
Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus
menstruasi. Jumlah perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau
banyak dan berulang. Kejadian tersering pada menarche (atau menarke: masa awal
seorang wanita mengalami menstruasi) atau masa pre-menopause.
Pada siklus ovulasi
Karakteristik DUB bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi
jarang, hingga spotting atau perdarahan
yang terus menerus. Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan
disfungsionalndengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea).
Untuk menegakan diagnosis perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid.
Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur sehingga siklus haid tidal
lagi dikenali maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong.
Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi
tanpa ada sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologi :
1.
korpus luteum persistens : dalam hal ini dijumpai perdarahan
kadang kadang bersamaan dengan ovarium membesar. Dapat juga menyebabkan
pelepasan endometrium tidak teratur.
2.
Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual
spotting, menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi
progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing faktor. Diagnosis dibuat,
apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran
endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.
3. Apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus
3. Apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus
4.
Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik dan
gangguan dalam mekanisme pembekuan darah.
Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)
Perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di
satu bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah
perdarahan rahim berkepanjangan. Pada tipe ini berhubungan dengan fluktuasi
kadar estrogen dan jumlah folikel yang pada suatu waktu fungsional aktif.
Folikel-folike ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia dan kemudian
diganti oelh folikel-folikel baru . Endometrium dibawah pengaruh estrogen akan
tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliperatif dapat terjadi
endometrium hiperplastik kistik. Jika gambaran ini diperoleh pada saat kerokan
dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar. Biasanya
perdarahan disfungsional ini terjadi pada masa pubertas dan masa pramenopause.
Pada masa pubertas terjadi sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan
oleh gangguan atau terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat
bahwa pembuatan Releasing factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada
wanita dalam masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu
berjalan lancar.
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan
ada harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi
ovulatoar. Sedangkan pada wanita dewasa dan terutama dalam masa pramenopause
dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada
tidaknya tumor ganas.
2.5
Faktor Penyebab
Hingga saat ini penyebab pasti perdarahan rahim disfungsional
(DUB) belum diketahui secara pasti. Beberapa kondisi yang dikaitkan dengan
perdarahan rahim disfungsional, antara lain :
• Kegemukan (obesitas)
• Faktor kejiwaan
• Alat kontrasepsi hormonal
• Alat kontrasepsi dalam rahim (intra uterine devices)
• Beberapa penyakit dihubungkan dengan perdarahan rahim (DUB),
misalnya: trombositopenia (kekurangan trombosit atau faktor pembekuan darah),
Kencing Manis (diabetus mellitus), dan lain-lain
• Walaupun jarang, perdarahan rahim dapat terjadi karena: tumor
organ reproduksi, kista ovarium (polycystic ovary disease), infeksi vagina, dan
lain lain.
2.6 Diagnosis
2.6 Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan
dalam pemeriksaan pasien. Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan
adanya penyakit sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan.
Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi
jika diperlukan. Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda premenstruasi
(mastalgia, kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan
mood, atau kram abdomen ) lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan,
perdarahan lama yang terjadi dengan interval tidak teratur setelah mengalami
amenore berbulan – bulan, kemungkinan bersifat anovulatori. Peningkatan suhu
basal tubuh ( 0,3 – 0,6 C ), peningkatan kadar progesteron serum ( > 3 ng/
ml ) dan atau perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada biopsi
yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya merupakan bukti ovulasi.
Diagnosis DUB setelah eksklusi penyakit organik traktus genitalia, terkadang
menimbulkan kesulitan karena tergantung pada apa yang dianggap sebagai penyakit
organik, dan tergantung pada sejauh mana penyelidikan dilakukan untuk
menyingkirkan penyakit traktus genitalia. Pasien berusia dibawah 40 tahun
memiliki resiko yang sangat rendah mengalami karsinoma endometrium, jadi
pemeriksaan patologi endometrium tidaklah merupakan keharusan. Pengobatan medis
dapat digunakan sebagai pengobatan lini pertama dimana penyelidikan secara
invasif dilakukan hanya jika simptom menetap. Resiko karsinoma endometerium
pada pasien DUB perimenopause adalah sekitar 1 persen. Jadi, pengambilan sampel
endometrium penting dilakukan.
Pemeriksaan penunjang:
1.
Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar
HCG, FSH, LH, Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining
gangguan perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana.
2.
Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase
dan (b) histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan
perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon
terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit
organik traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka
penting untuk melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada
seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita yang
memerlukan investigasi, histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan
kuretase dalam mendeteksi abnormalitas endometrium.
3. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji coba terapeutik.
3. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji coba terapeutik.
2.7
Pengobatan
Setelah menegakkan
diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai kemungkinan kelainan organ, teryata
tidak ditemukan penyakit lainnya, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
prinsip-prinsip pengobatan sebagai berikut:
1. Menghentikan perdarahan
1. Menghentikan perdarahan
2. Mengatur menstruasi
agar kembali normal
3. Transfusi jika kadar
hemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%.
Menghentikan perdarahan
Langkah-langkah upaya
menghentikan perdarahan adalah sebagai berikut:
Kuret (curettage). Hanya untuk wanita yang sudah menikah. Tidak bagi gadis dan tidak bagi wanita menikah tapi “belum sempat berhubungan intim”. O b a t (medikamentosa)
1. Golongan estrogen.
Kuret (curettage). Hanya untuk wanita yang sudah menikah. Tidak bagi gadis dan tidak bagi wanita menikah tapi “belum sempat berhubungan intim”. O b a t (medikamentosa)
1. Golongan estrogen.
Pada umumnya dipakai
estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama generik) yang relatif
menguntungkan karena tidak membebani kinerja liver dan tidak menimbulkan
gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini
dapat menimbulkan gangguan fungsi liver.
Dosis dan cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian:
• Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5
mg diminum selama 7-10 hari.
• Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong)
• Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan diberikan Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit. Terapi estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera ). Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.
2. Obat Kombinasi
• Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong)
• Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan diberikan Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit. Terapi estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera ). Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.
2. Obat Kombinasi
Terapi siklik merupakan
terapi yang paling banyak digunakan dan paling efektif. Pengobatan medis
ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang banyak atau perdarahan yang
terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah memberikan
kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan setelah 3 – 6 bulan dan dilakukan
observasi untuk melihat apakah telah timbul pola menstruasi yang normal. Banyak
pasien yang mengalami anovulasi kronik dan pengobatan berkelanjutan diperlukan.
Paparan estrogen kronik dapat menimbulkan endometrium yang berdarah banyak
selama penarikan progestin . Speroff menganjurkan pengobatan dengan menggunakan
kombinasi kontrasepsi oral dengan regimen menurun secara bertahap.
Dua hingga empat pil
diberikan setiap hari setiap enam hingga duabelas jam , selama 5 sampai 7 hari
untuk mengontrol perdarahan akut. Formula ini biasanya mengontrol perdarahan
akut dalam 24 hingga 48 jam ; penghentian obat akan menimbulkan perdarahan
berat. Pada hari ke 5 perdarahan ini, mulai diberikan kontrasepsi oral siklik
dosis rendah dan diulangi selama 3 siklus agar terjadi regresi teratur
endometrium yang berproliferasi berlebihan. Cara lain, dosis pil kombinasi
dapat diturunkan bertahap ( 4 kali sehari, kemudian 3 kali sehari, kemudian 2
kali sehari ) selama 3 hingga 6 hari, dan kemudian dilanjutkan sekali setiap
hari. Kombinasi kontrasepsi oral menginduksi atrofi endometrium, karena paparan
estrogen progestin kronik akan menekan gonadotropin pituitari dan menghambat
steroidogenesis endogen. Kombinasi ini berguna untuk tatalaksana DUB jangka panjang
pada pasien tanpa kontraindikasi dengan manfaat tambahan yaitu mencegah
kehamilan. Khususnya untuk pasien perimenarche, perdarahan berat yang lama
dapat mengelupaskan endometrium basal, sehingga tidak responsif terhadap
progestin. Kuretase untuk mengontrol perdarahan dikontraindikasikan karena
tingginya resiko terjadinya sinekia intrauterin ( sindroma Asherman ) jika
endometrium basal dikuret. OC aman pada wanita hingga usia 40 dan diatasnya
yang tidak obes, tidak merokok, dan tidak hipertensi.
3. Golongan progesterone
Pertimbangan di sini
ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat anovulatoar, sehingga
pemberian obat progesterone mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium.
Obat untuk jenis ini, antara lain:
• Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg
per hari, diminum selama 7 10 hari.
•Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari.
•Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari.
•Kaproas
hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuscular
4. OAINS
Menorragia dapat
dikurangi dengan obat anti inflamasi non steroid. Fraser dan Shearman
membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan selama 7 hingga 10 hari
sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi
umumnya dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama espisode
perdarahan dan berhasil baik. Obat ini mengurangi kehilangan darah selama
menstruasi ( mensturual blood loss / MBL ) dan manfaatnya paling besar pada DUB
ovulatori dimana jumlah pelepasan prostanoid paling tinggi.Mengatur menstruasi
agar kembali normal, Setelah perdarahan berhenti, langkah selanjutnya adalah
pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi, misalnya dengan pemberian:
Golongan progesteron: 2×1 tablet diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai
pada hari ke 14-15 menstruasi.
Transfusi jika kadar
hemoglobin kurang dari 8 gr%.
Terapi yang ini
diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik. Sekantong darah
(250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini
berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira perlu sekitar
4 kantong darah.
2.8 Prognosis
Hasil pengobatan
bergantung kepada proses perjalanan penyakit (patofisiologi)
• Penegakan diagnosa yang tepat dan regulasi hormonal secara dini dapat memberikan angka kesembuhan hingga 90 %.
• Penegakan diagnosa yang tepat dan regulasi hormonal secara dini dapat memberikan angka kesembuhan hingga 90 %.
• Pada wanita muda, yang
sebagian besar terjadi dalam siklus anovulasi, dapat diobati dengan hasil baik.
Langganan:
Postingan (Atom)