Perdarahan
Uterus Disfungsional (PUD)
1.1
Pengertian
Dysfunctional uterine bleeding (DUP) atau perdarahan uterus
disfungsional adalah perdarahan abnormal yang dapat terjadi di dalam siklus
maupun di luar siklus menstruasi, karena gangguan fungsi mekanisme pengaturan
hormon (hipotalamushipofisis-ovarium-endometrium), tanpa kelainan organ.
Perdarahan ini juga didefinisikan sebagai menstruasi yang banyak dan / atau
tidak teratur tanpa adanya patologi pelvik yang diketahui, kehamilan atau
gangguan perdarahan umum.
1.2 Siklus Menstruasi Normal
Menstruasi normal terjadi akibat turunnya kadar progesteron dari
endometrium yang kaya esterogen. Siklus menstruasi yang menimbulkan ovulasi
disebabkan interaksi kompleks antara berbagai organ. Disfungsi pada tingkat
manapun dapat mengganggu ovulasi dan siklus menstruasi. Siklus menstruasi
normal terjadi setiap 21-35 hari dan berlangsung sekitar 2-7 hari. Pada saat
menstruasi, jumlah darah yang hilang diperkirakan 35-150 ml, biasanya berjumlah
banyak hingga hari kedua dan selanjutnya berkurang sampai menstruasi berakhir.
2.3 Patogenesis
Secara garis besar, kondisi di atas dapat terjadi pada siklus
ovulasi (pengeluaran sel telur/ovum dari indung telur), tanpa ovulasi maupun
keadaan lain, misalnya pada wanita premenopause (folikel persisten).
Sekitar 90% perdarahan uterus difungsional (perdarahan rahim)
terjadi tanpa ovulasi (anovulation) dan 10% terjadi dalam siklus ovulasi.
Pada siklus ovulasi.
Perdarahan rahim yang bisa terjadi pada pertengahan menstruasi
maupun bersamaan dengan waktu menstruasi. Perdarahan ini terjadi karena rendahnya
kadar hormon estrogen, sementara hormon progesteron tetap terbentuk.
Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)
Perdarahan rahim yang sering terjadi pada masa pre-menopause dan
masa reproduksi. Hal ini karena tidak terjadi ovulasi, sehingga kadar hormon
estrogen berlebihan sedangkan hormon progesteron rendah. Akibatnya dinding
rahim (endometrium) mengalami penebalan berlebihan (hiperplasi) tanpa diikuti
penyangga (kaya pembuluh darah dan kelenjar) yang memadai. Nah, kondisi inilah
penyebab terjadinya perdarahan rahim karena dinding rahim yang rapuh. Di lain
pihak, perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu
bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah
perdarahan rahim berkepanjangan.
2.4 Gejala Klinik
Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus
menstruasi. Jumlah perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau
banyak dan berulang. Kejadian tersering pada menarche (atau menarke: masa awal
seorang wanita mengalami menstruasi) atau masa pre-menopause.
Pada siklus ovulasi
Karakteristik DUB bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi
jarang, hingga spotting atau perdarahan
yang terus menerus. Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan
disfungsionalndengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea).
Untuk menegakan diagnosis perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid.
Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur sehingga siklus haid tidal
lagi dikenali maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong.
Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi
tanpa ada sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologi :
1.
korpus luteum persistens : dalam hal ini dijumpai perdarahan
kadang kadang bersamaan dengan ovarium membesar. Dapat juga menyebabkan
pelepasan endometrium tidak teratur.
2.
Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual
spotting, menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi
progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing faktor. Diagnosis dibuat,
apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran
endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.
3. Apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus
3. Apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus
4.
Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik dan
gangguan dalam mekanisme pembekuan darah.
Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)
Perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di
satu bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah
perdarahan rahim berkepanjangan. Pada tipe ini berhubungan dengan fluktuasi
kadar estrogen dan jumlah folikel yang pada suatu waktu fungsional aktif.
Folikel-folike ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia dan kemudian
diganti oelh folikel-folikel baru . Endometrium dibawah pengaruh estrogen akan
tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliperatif dapat terjadi
endometrium hiperplastik kistik. Jika gambaran ini diperoleh pada saat kerokan
dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar. Biasanya
perdarahan disfungsional ini terjadi pada masa pubertas dan masa pramenopause.
Pada masa pubertas terjadi sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan
oleh gangguan atau terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat
bahwa pembuatan Releasing factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada
wanita dalam masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu
berjalan lancar.
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan
ada harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi
ovulatoar. Sedangkan pada wanita dewasa dan terutama dalam masa pramenopause
dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada
tidaknya tumor ganas.
2.5
Faktor Penyebab
Hingga saat ini penyebab pasti perdarahan rahim disfungsional
(DUB) belum diketahui secara pasti. Beberapa kondisi yang dikaitkan dengan
perdarahan rahim disfungsional, antara lain :
• Kegemukan (obesitas)
• Faktor kejiwaan
• Alat kontrasepsi hormonal
• Alat kontrasepsi dalam rahim (intra uterine devices)
• Beberapa penyakit dihubungkan dengan perdarahan rahim (DUB),
misalnya: trombositopenia (kekurangan trombosit atau faktor pembekuan darah),
Kencing Manis (diabetus mellitus), dan lain-lain
• Walaupun jarang, perdarahan rahim dapat terjadi karena: tumor
organ reproduksi, kista ovarium (polycystic ovary disease), infeksi vagina, dan
lain lain.
2.6 Diagnosis
2.6 Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan
dalam pemeriksaan pasien. Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan
adanya penyakit sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan.
Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi
jika diperlukan. Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda premenstruasi
(mastalgia, kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan
mood, atau kram abdomen ) lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan,
perdarahan lama yang terjadi dengan interval tidak teratur setelah mengalami
amenore berbulan – bulan, kemungkinan bersifat anovulatori. Peningkatan suhu
basal tubuh ( 0,3 – 0,6 C ), peningkatan kadar progesteron serum ( > 3 ng/
ml ) dan atau perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada biopsi
yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya merupakan bukti ovulasi.
Diagnosis DUB setelah eksklusi penyakit organik traktus genitalia, terkadang
menimbulkan kesulitan karena tergantung pada apa yang dianggap sebagai penyakit
organik, dan tergantung pada sejauh mana penyelidikan dilakukan untuk
menyingkirkan penyakit traktus genitalia. Pasien berusia dibawah 40 tahun
memiliki resiko yang sangat rendah mengalami karsinoma endometrium, jadi
pemeriksaan patologi endometrium tidaklah merupakan keharusan. Pengobatan medis
dapat digunakan sebagai pengobatan lini pertama dimana penyelidikan secara
invasif dilakukan hanya jika simptom menetap. Resiko karsinoma endometerium
pada pasien DUB perimenopause adalah sekitar 1 persen. Jadi, pengambilan sampel
endometrium penting dilakukan.
Pemeriksaan penunjang:
1.
Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar
HCG, FSH, LH, Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining
gangguan perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana.
2.
Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase
dan (b) histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan
perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon
terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit
organik traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka
penting untuk melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada
seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita yang
memerlukan investigasi, histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan
kuretase dalam mendeteksi abnormalitas endometrium.
3. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji coba terapeutik.
3. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji coba terapeutik.
2.7
Pengobatan
Setelah menegakkan
diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai kemungkinan kelainan organ, teryata
tidak ditemukan penyakit lainnya, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
prinsip-prinsip pengobatan sebagai berikut:
1. Menghentikan perdarahan
1. Menghentikan perdarahan
2. Mengatur menstruasi
agar kembali normal
3. Transfusi jika kadar
hemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%.
Menghentikan perdarahan
Langkah-langkah upaya
menghentikan perdarahan adalah sebagai berikut:
Kuret (curettage). Hanya untuk wanita yang sudah menikah. Tidak bagi gadis dan tidak bagi wanita menikah tapi “belum sempat berhubungan intim”. O b a t (medikamentosa)
1. Golongan estrogen.
Kuret (curettage). Hanya untuk wanita yang sudah menikah. Tidak bagi gadis dan tidak bagi wanita menikah tapi “belum sempat berhubungan intim”. O b a t (medikamentosa)
1. Golongan estrogen.
Pada umumnya dipakai
estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama generik) yang relatif
menguntungkan karena tidak membebani kinerja liver dan tidak menimbulkan
gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini
dapat menimbulkan gangguan fungsi liver.
Dosis dan cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian:
• Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5
mg diminum selama 7-10 hari.
• Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong)
• Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan diberikan Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit. Terapi estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera ). Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.
2. Obat Kombinasi
• Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong)
• Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan diberikan Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit. Terapi estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera ). Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.
2. Obat Kombinasi
Terapi siklik merupakan
terapi yang paling banyak digunakan dan paling efektif. Pengobatan medis
ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang banyak atau perdarahan yang
terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah memberikan
kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan setelah 3 – 6 bulan dan dilakukan
observasi untuk melihat apakah telah timbul pola menstruasi yang normal. Banyak
pasien yang mengalami anovulasi kronik dan pengobatan berkelanjutan diperlukan.
Paparan estrogen kronik dapat menimbulkan endometrium yang berdarah banyak
selama penarikan progestin . Speroff menganjurkan pengobatan dengan menggunakan
kombinasi kontrasepsi oral dengan regimen menurun secara bertahap.
Dua hingga empat pil
diberikan setiap hari setiap enam hingga duabelas jam , selama 5 sampai 7 hari
untuk mengontrol perdarahan akut. Formula ini biasanya mengontrol perdarahan
akut dalam 24 hingga 48 jam ; penghentian obat akan menimbulkan perdarahan
berat. Pada hari ke 5 perdarahan ini, mulai diberikan kontrasepsi oral siklik
dosis rendah dan diulangi selama 3 siklus agar terjadi regresi teratur
endometrium yang berproliferasi berlebihan. Cara lain, dosis pil kombinasi
dapat diturunkan bertahap ( 4 kali sehari, kemudian 3 kali sehari, kemudian 2
kali sehari ) selama 3 hingga 6 hari, dan kemudian dilanjutkan sekali setiap
hari. Kombinasi kontrasepsi oral menginduksi atrofi endometrium, karena paparan
estrogen progestin kronik akan menekan gonadotropin pituitari dan menghambat
steroidogenesis endogen. Kombinasi ini berguna untuk tatalaksana DUB jangka panjang
pada pasien tanpa kontraindikasi dengan manfaat tambahan yaitu mencegah
kehamilan. Khususnya untuk pasien perimenarche, perdarahan berat yang lama
dapat mengelupaskan endometrium basal, sehingga tidak responsif terhadap
progestin. Kuretase untuk mengontrol perdarahan dikontraindikasikan karena
tingginya resiko terjadinya sinekia intrauterin ( sindroma Asherman ) jika
endometrium basal dikuret. OC aman pada wanita hingga usia 40 dan diatasnya
yang tidak obes, tidak merokok, dan tidak hipertensi.
3. Golongan progesterone
Pertimbangan di sini
ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat anovulatoar, sehingga
pemberian obat progesterone mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium.
Obat untuk jenis ini, antara lain:
• Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg
per hari, diminum selama 7 10 hari.
•Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari.
•Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari.
•Kaproas
hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuscular
4. OAINS
Menorragia dapat
dikurangi dengan obat anti inflamasi non steroid. Fraser dan Shearman
membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan selama 7 hingga 10 hari
sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi
umumnya dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama espisode
perdarahan dan berhasil baik. Obat ini mengurangi kehilangan darah selama
menstruasi ( mensturual blood loss / MBL ) dan manfaatnya paling besar pada DUB
ovulatori dimana jumlah pelepasan prostanoid paling tinggi.Mengatur menstruasi
agar kembali normal, Setelah perdarahan berhenti, langkah selanjutnya adalah
pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi, misalnya dengan pemberian:
Golongan progesteron: 2×1 tablet diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai
pada hari ke 14-15 menstruasi.
Transfusi jika kadar
hemoglobin kurang dari 8 gr%.
Terapi yang ini
diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik. Sekantong darah
(250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini
berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira perlu sekitar
4 kantong darah.
2.8 Prognosis
Hasil pengobatan
bergantung kepada proses perjalanan penyakit (patofisiologi)
• Penegakan diagnosa yang tepat dan regulasi hormonal secara dini dapat memberikan angka kesembuhan hingga 90 %.
• Penegakan diagnosa yang tepat dan regulasi hormonal secara dini dapat memberikan angka kesembuhan hingga 90 %.
• Pada wanita muda, yang
sebagian besar terjadi dalam siklus anovulasi, dapat diobati dengan hasil baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar